12 August 2014

Akademisi, Konsultan, Praktisi


Judul tulisan ini merupakan sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah lama muncul di pikiran saya. 
Apakah bedanya akademisi, konsultan, dan praktisi dalam dunia manajemen? 
Apakah peranan mereka masing-masing dalam dunia manajemen?

Ok, mari kita bahas terlebih dahulu, dari manakah pemikiran-pemikiran manajemen itu berasal? 
Kalau kita pelajari, maka kita bisa menyimpulan bahwa berbagai pemikiran brilian di bidang manajemen lahir dari tiga pihak, yaitu university professors, reputable consultants, dan tentu saja corporate heroes atau praktisi manajemen yang berkelas.


Apa sajakah pemikiran brilian di bidang manajemen yang lahir dari tangan para university professors? Dengan mudah para aktor dunia manajemen bisa menyebutkan nama Michael Porter dari Harvard Business School dengan teori keungguan kompetitif, strategi generik, rantai nilai atau value chain, lima kekuatan pembentuk persaingan (the five forces), dan sebagainya. Kemudian dari belahan bumi Eropa juga ada nama W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dari INSEAD di Perancis dengan teori blue ocean strategy. Juga ada dari Asia nama Kaoru Ishikawa dari University of Tokyo dengan diagram tulang ikan atau causal diagram.
Nah, mereka inilah para university professors yang menghasilkan banyak pemikiran brilian di bidang manajemen dan banyak dipergunakan oleh dunia bisnis di dunia. Selain mereka, tentu saja banyak nama-nama lainnya yang sekelas dengan mereka. Di Indonesia kita mengenal nama Rhenald Kasali dari Universitas Indonesia dengan pemikiran change DNA serta cracking zone yang sudah beliau tulis dalam bentuk buku. Biasanya pemikiran para university professors ini berada pada tataran teori yang memperkaya ranah ilmu pengetahuan.

Selain para university professors, berbagai pemikiran brilian di dunia manajemen juga lahir dari tangan para reputable consultants di dunia. Kita sebut saja BCG Matrix yang dihasilkan oleh Boston Consulting Group, atau kerangka 7-S untuk diagnosis dan pengembangan organisasi dari McKinsey. Jangan lupa nama Jim Collins dengan empat buku handalnya yang merupakan hasil riset yaitu “Built to Last”, “Good to Great”, “How the Mighty Fall” dan “Great by Choice”. Ini adalah berbagai pemikiran yang lahir dari tangan-tangan para konsultan handal di dunia. Pemikiran mereka inipun dipergunakan secara luas oleh para praktisi manajemen di dunia. Kalau di Indonesia kita juga mengenal kerangka manajemen pemasaran yang dikembangkan oleh Hermawan Kartajaya dan MarkPlus yang juga banyak dipakai.
Biasanya pemikiran para reputable consultants ini berada pada tataran kerangka yang aplikatif dan siap dipergunakan untuk kalangan praktisi. Mereka umumnya mengembangkan kerangka ini bersandar kepada teori-teori yang dibangun oleh para university professors. Bahkan ada juga hasil karya kolaborasi antara akademisi dan konsultan, misalnya kerangka balanced scorecard yang dikembangkan oleh Robert Kaplan dari Harvard Business School bersama David Norton dari Palladium, sebuah perusahaan konsultan. Well, mengembangkan pemikiran pada tataran ini juga salah satu cita-cita saya bersama tim konsultan Value Alignment Advisory (VA2) untuk ikut serta memberikan sumbangsih kepada khasanah ilmu manajemen.

Kemudian jangan melupakan corporate heroes. Siapakah mereka ini? Mereka adalah eksekutif kelas dunia yang sanggup melakukan berbagai hal yang luar biasa terhadap perusahaan tempat mereka bekerja dan mereka juga sanggup memformulasikan apa yang mereka lakukan tersebut dalam suatu kerangka pemikiran yang brilian sehingga bisa dipelajari. Misalnya konsep kepemimpinan (leadership) yang dikembangkan oleh Jack Welch yang merupakan kumpulan pengalamannya sewaktu di General Electric (GE) dan membawa perusahaan tersebut berkibar. Juga ada nama Lou Gerstner mantan CEO IBM yang berhasil menyelamatkan IBM dari keterpurukan pada tahun 1990-an yang menulis kerangka manajemen perubahan untuk korporat raksasa dalam bukunya “Who Says Elephants Can’t Dance?”.
Jangan dilupakan perusahaan Toyota yang berhasil melakukan formulasi kaizen dalam sistem manajemen produksi sehingga menghasilkan proses manufaktur yang efektif dan efisien. Di Indonesia kita juga mengenal nama Robby Djohan dengan konsep kepemimpinan di masa krisis yang merupakan kumpulan pengalaman beliau selama menyelamatkan Garuda Indonesia dan mega-merger Bank Mandiri yang sudah ditulis dalam bentuk buku. Biasaya pemikiran para “corporate heroes” banyak berada di tataran yang sangat praktikal dan merupakan akumulasi pengalaman si pencetusnya yang tentu saja sudah banyak mengalami pahit-getirnya mengelola perusahaan besar.

Nah, jadi apa perbedaannya akademisi, konsultan, dan praktisi manajemen itu? 
Sebelum membahas perbedaannya, mari kita lihat persamaannya. Ternyata mereka sama-sama bisa menghasilkan inovasi dalam pemikiran manajemen yang banyak kita baca saat ini di buku teks. Ternyata buku teks manajemen tidak hanya memuat teori-teori yang dihasilkan para university professors, melainkan juga pemikiran para reputable consultants dan corporate heroes.

Nah apa perbedaannya? 
Perbedaan terletak pada ranah mereka berkiprah. 
  • Para university professors atau akademisi tentu saja berkiprah untuk menghasilkan berbagai inovasi pada tataran teoritis di bidang manajemen. Mereka melakukan riset secara komprehensif pada tataran ilmu pengetahuan. Tentu sesuai dengan dunianya, para profesor harus menghasilkan teori-teori baru yang membuka mata kita terhadap kegelapan. Seorang profesor yang baik tentu harus mampu menghasilkan teori-teori tersebut.
  • Bagaimana dengan konsultan? Tentu saja berbeda dengan para profesor atau akademisi. Ranah kiprah merekapun berbeda. Konsultan itu tugas utamanya adalah “how to put and simplify theories into action“. Maka keahlian seorang konsultan adalah menghasilkan berbagai kerangka yang aplikatif atau praktikal yang bersandar kepada teori-teori yang dibangun oleh profesor atau akademisi. Jangan dibalik! Jangan disuruh para profesor menghasilkan sesuatu yang aplikatif, dan jangan disuruh para konsultan menghasilkan teori-teori baru. Keduanya memiliki peran yang berbeda. Keduanya sama pentingnya dalam dunia manajemen.
  • Terakhir tentu saja para praktisi berkelas atau corporate heroes bertugas membawa perusahaan atau organisasinya menjadi baik, berkembang, serta mencapai visi dan misinya. Pola pikir mereka adalah pada tataran aplikatif yaitu bagaimana menerapkan semua pemikiran yang diungkapkan para akademisi dan konsultan sehingga berdaya guna dan tepat guna untuk perusahaan atau organisasi mereka. Semua kumpulan pengalaman mereka tentu juga mampu menghasilkan suatu pemikiran yang brilian, tetapi pada tataran yang lebih aplikatif.


Nah, jadi para akademisi, konsultan, dan praktisi memiliki peran yang berbeda bukan? Menurut hemat saya, semua sama pentingnya dalam dunia manajemen. Kita butuh orang-orang yang mampu membuka tabir kegelapan ilmu pengetahuan (para akademisi), lalu kita juga butuh orang-orang yang mampu menyusun kerangka-kerangka berpikir yang praktikal (para konsultan), dan kita juga butuh orang-orang yang menjalankan perusahaan dan organisasi dengan baik dan membagi pengalamannya (para praktisi).

Semua akan memperkaya dunia manajemen. Jangan sampai ada yang merasa satu lebih daripada yang lain.

Oh ya, tentu saja di dunia ini ada saja manusia-manusia istimewa yang sanggup memainkan peranan lebih dari satu, bahkan mungkin semua peranan di atas.

Salam sukses selalu.
Riri.







Judul asli : Apakah Bedanya Akademisi, Konsultan, dan Praktisi?
Sumber : 

1 comment: