09 September 2014

MOMSEI (Monson Onset Monitoring and Its Social and Ecosystem Impacts)



ILMUWAN 10 NEGARA IKUTI KEGIATAN MOMSEI

Puluhan ilmuwan muda dari 10 negara lingkar pasifik barat ikut ambil bagian dalam kegiatan Monson Onset Monitoring and Its Social and Ecosystem Impacts (MOMSEI). Ajang pertemuan para peneliti muda ini sebagai upaya memahami dampak adanya pergeseran awal musim baik hujan maupun kemarau akibat perubahan iklim beserta interaksinya terhadap dinamika laut terhadap keseimbangan ekosistem dan pengaruhnya kepada sosial ekonomi masyarakat. Hal itu disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Achmad Poernomo di Jakarta, Selasa (9/9).


Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kerentanan ini dipicu, salah satunya, akibat rendahnya kemampuan masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi. Akibatnya, perubahan iklim berdampak cukup signifikan kepada para nelayan, berupa cuaca ekstrim yang semakin sering dan tidak dapat diprediksi, perubahan pola migrasi ikan dan daerah tangkapan. Selain itu, perubahan iklim juga mengakibatkan kenaikan suhu permukaan air laut, kenaikan paras muka air laut dan asidifikasi air laut.

Bersandar pada hal itu, KKP terus berkonsistensi dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim. Semisalnya, pada tingkat desa, KKP telah mengembangkan program peningkatan ketangguhan masyarakat pesisir. Program tersebut dinamakan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Program ini menyasar 5 aspek yaitu Bina Manusia, Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif, Perbaikan Lingkungan dan Infrastruktur skala kecil, Pengembangan Kelembagaan, dan Peningkatan Ketahanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim dan Bencana Alam. Selain itu, KKP telah melakukan upaya pemulihan ekosistem laut dengan melarang penangkapan ikan dengan cara merusak, mengurangi polusi dan sedimentasi, meningkatkan kualitas sumberdaya pesisir dan laut melalui upaya rehabilitasi, dan membangun dan mengelola secara efektif kawasan konservasi laut, serta meningkatkan upaya konservasi jenis ikan.

Sehubungan dengan itu, Achmad menjelaskan bahwa, Kegiatan MOMSEI adalah salah satu upaya KKP dalam mengantisipasi dampak dari perubahan iklim di tingkat regional. Kegiatan merupakan proyek percontohan dari Intergovernmental Oceanographic Commission Sub-Commission for the Western Pacific (IOC-WESTPAC). Proyek tersebut merupakan salah satu kegiatan South East Asia Global Ocean Observing System (SEAGOOS). Sementara, tujuannya adalah meningkatan kapasitas dan pengembangkan komunitas para ilmuwan muda di bidang kelautan sebagai landasan penting penguatan penelitian di kawasan Pasifik Barat. Selain itu, selama kegiatan ini, para peserta akan mendapatkan materi dari para pakar Indonesia, Tiongkok, Thailand dan Amerika Serikat. Adapun, MOMSEI yang digelar selama lima hari itu (9-13), merupakan hasil dari penguatan kerja sama antara Badan Litbang Kelautan dan Perikanan Indonesia dengan First Institute of Oceanography (FIO) Republik Rakyat Tiongkok. Sejalan dengan itu, nantinya setiap peserta akan mendapatkan tugas akhir dalam menyampaikan bahasan dampak pergeseran awal musim terhadap ekosistem dan sosial masyarakat di masing-masing negara.

Seiring dengan meningkatnya permintaan capacity building maka kegiatan MOMSEI Summer School telah dilaksanakan sebanyak empat kali ,yaitu di Qingdao China pada tahun 2010, lalu di Phuket, Thailand di tahun 2011. Kemudian pada tahun 2012, kegiatan yang ketiga kembali digelar di Provinsi Qingdao, China. Terakhir di tahun 2013, kegiatan ini digelar di Terengganu, Malaysia. Secara khusus, selain peserta dari negara-negara peserta MOMSEI, juga menerima peserta dari negara-negara yang berbatasan dengan Teluk Benggala, seperti India, Bangladesh, Maladewa dan Sri Lanka yang masuk dalam kerjasama GEF/FAO Bay of Bengal Large Marine Ecosystem (BOBLME). 







Sumber :

No comments:

Post a Comment