06 September 2014

Bisnis Rokok vs Anti Rokok









Minggu, 27 Juni 2010 , 17:00:00
Dari Buku Nicotine War, Anti Tesis Gerakan Anti Tembakau (1)
Bisnis Besar Dibalik Perang Anti Rokok


Aktivitas merokok menjadi komoditi bisnis industri  farmasi, yang kini sedang gencar membunuh industri tembakau. Fenomena ini terungkap dalam  Buku Nicotine War: Perang Nikotin dan Pedagang Obat. Sebuah buku terjemahan dari hasil riset dan kajian Wanda Hamilton, aktivis Fight  Ordinances and Restrictions to Control and Eliminate Smoking (FORCES) International.  Berbagai agenda pakar medis mengenai dampak merokok  bagi kesehatan pun dipertanyakan kebenarannya,

Merokok selalu dikritik  merusak kesehatan. Namun, melalui bukunya Nicotine War: Perang Nikotin dan Pedagang Obat- Wanda Hamilton membantah soal itu. Dalam risetnya, Wanda  menyebut perdebatan soal rokok maupun produk tembakau bukan sekadar argumentasi teknis medis yang bebas nilai, tentang sehat dan tidak sehat. Tetapi, sudah memasuki ranah persaingan bisnis korporasi yang dilakukan oleh para pemain industri farmasi. Terutama, para produsen obat penghenti rokok, seperti permen karet Nicorette, Koyok Nicoderm dan Nicotrol, obat hisap dan semprot Nicotrol maupun Zyban


Menurut Wanda, produsen farmasi ini berada di belakang penggiat antitembakau yang belakangan ini sibuk mengkampanyekan bahaya-bahaya tembakau. Mereka ngotot menekan pemerintah, dan bahkan merasuk melalui organisasi masa (Ormas) untuk membuat regulasi pengetatan atas tembakau. Tidak cukup dengan regulasi, penggiat  antitembakau juga masuk ke wilayah ormas untuk mengeluarkan fatwa, bahwa merokok itu dosa (haram red). Ketika penggiat anti tembakau sibuk berkampanye, korporasi -korporasi internasional yang diuntungan dari kegiatan ini sibuk menghitung peluang, meraup keuntungan dari bisnis nikotin.

Gencarnya perang global melawan tembakau diawali dengan lahirnya Prakarsa Bebas Tembakau (Free Tobacco Inisiative). Gerakan ini merupakan salah satu program  WHO Cabinet Project. Dimana program ini merupakan implementasi dari Kebijakan WHO "Health for All in the 21ist Century" atau Kesehatan untuk Semua di Abad ke 21, dibawah kepemimpinan Direktur Jenderal WHO Dr. Gro Harlem Brundtland. Harlem adalah mantan Perdana Menteri Norwegia. Dokter dan politisi gaek yang terpilih menjadi pimpinan WHO pada Mei 1998.

Proyek Prakarsa Bebas Tembakau ini disponsori tiga korporasi farmasi, Pharmacia & Upjohn, Novartis dan Glaxowelcome. Kemudian ketiganya memproklamirkan kemitraan dunia di Forum Ekonomi  Duni di Davos, Swiss tahun 1999.  Dalam kesempatan itu, Brundtland juga menegaskan, bahwa ketiga koorporasi itu  menjadi mitranya dalam memproduksi  Nicotine Replacement Treatment (NRT).

Awal tahun 2000, dalam Konferensi Dunia tentang Tembakau dan Kesehatan ke 11 di Chicago kembali dikobarkan semangat memerangi tembakau. Ribuan pendukung, yang terdiri para praktisi kesehatan itu menyatakan sepenuhnya bebas dari asap tembakau. Alhasil, konferensi ini hanya membahas agenda tunggal mencari tahu, bagaimana melenyapkan iblis bernama tembakau dari muka bumi.

Tiga lembaga penggiat antitembakau menjadi tuan rumah kegiatan ini, American Medical Association, American Cancer Society dan Robert Johnson Foundation. Mereka menyebut Konferensi ini sebagai konferensi terbesar di dunia untuk para ahli pengendali tembakau. Untuk itu, tiga komunitas itu menggandeng beberapa sponsor, seperti American Heart Association,  American Lung Association, US Conters for Disease Control and Prevention, dan masih banyak lagi, termasuk 
dengan WHO yang bertindak sebagai tuan rumah kehormatan.

Sedangkan sebagai penyandang dananya, tercatat empat perusahaan koorporasi besar Glaxo Wellcome, Novartis, Parmacia dan SmithKline Becham. Dimana ke empat koorporasi itu memproduksi obat-obatan pengganti Nikotin. Begitu menonjolnya perusahaan farmasi dalam pertemuan ini, sehingga konferensi tersebut mirip dengan pekan raya obat-obatan dibandingkan sebuah konferensi kesehatan terbesar di dunia.

Salah satu sesi paling populer dalam pertemuan ini, adalah Pleno Nikotin. Pertunjukan terbesar yang disponsori oleh SmithKline Beecham (SKB), produsen Koyok Nicoderm dan permen karet Nicorrete. Dalam salah satu sesinya yang didukung SKB, dipimpin oleh Judith Wilkenfeld dari kelompok bebas tembakau untuk Anak, dan Karen  Gerlach dari Robert Wood Johnson Foundation adalah kampanye Rokok Ringan: Masalah dan kemungkinan Solusinya. Melalui siaran persnya, SKB menegaskan bahwa pembahasan topik-topik tersebut di atas melalui pendekatan ilmiah dan kesehatan publik untuk melawan siasat industri tembakau.

Secara keseluruhan, konferensi Dunia tentang Tembakau dan Kesehatan ke 11 menjadi ajang promosi bagi industri farmasi. Namun, acara ini juga berhasil memperkokoh jaringan industri farmasi dengan organisasi-organisasi anti tembakau global, para pemuka kedokteran, WHO maupun badan-badan resmi pemerintahan federal AS. Koneferensi ini juga menghasilkan semangat - sebuah kesepakatan tak tertulis- bagi para aktivis anti tembakau untuk terus menggelorakan semangat demi mengambil kendali nikotin dari perusahaan tembakau.

Gerakan anti merokok sebenarnya sudah dipelopori oleh para ilmuwan dari Pharmacia sejak tahun 1962. Sebelum laporan pertama Surgeon General tentang dampak merokok bagi kesehatan. Sebuah riset pertama yang mengaitkan bahaya merokok dengan kesehatan paru-paru. Melalui gerakanya, Pharmacia nampaknya menyadari betul bahwa Nikotin adalah zat dalam tembakau yang mendorong kebiasaan  - atau membuat ketagihan - bagi pemakainya. 

Dan Pharmacia merupakan perusahaan pertama yang mengembangkan produk terapi pengganti nikotin pada tahun 1971, yang dengan memproduksi permen karet dengan merk  Nicorette. Meski begtu, produk ini baru merambah pasar  tujuh tahun kemudian yakni pada tahun 1978.  Pada tahun itu pula SmithKlein Beecham kali pertama memasarkan Nicorette.

Pada awal tahu  1980-an Jed Rose seorang peneliti dari Duke University mematenkan penemuannya Koyok Nikotin Transdermal. Kemudian, koyok ini menjadi basis produk Nicoderm dari SmithKline dan produk Nicotrol dari Mcneil Consumer Products - anak perusahaan Johnson & Johnson. Kedua koyok itu, sebenarnya diproduksi oleh Pharmacia.

Pada tahun 1990-an perusahaan-perusahaan Pharmasi itu mulai membangun kemitraan dengan lembaga-lembaga kesehatan publik. Dan pada tahun 1991- Robert Wood Johnson Foundation (RWJF) - pemegang saham tunggal terbesar Johnson & Johnson memulai program hibah anti tembakau, mendanai program-program anti tembakau dan riset kecanduan nikotin. Kemudian, pada tahun 1995 RWJF berhasil menempatkan wakilnya di Komite Antarlembaga AS untuk Rokok dan Kesehatan, membantu mengordinasi pengendalian tembakau nasional. Setahun berikutnya, 1996 Centers for Disease Control memasukkan RWJF sebagai mitra pengendalian tembakau.

Gebrakan RWJF kemudian diikuti korporasi industri pharmasin lainnya, seperti  Glaxo Welcomme, Novartis dan Pharmicia yang pada tahun 1999 mengumumkan diri telah bermitra dengan WHO dan mencanangkan perang terhadap nikotin. Pada akhirnya, badan kesehatan publik global ini pun hanya bisa menari mengikuti iringan gendang yang ditabuh oleh perusahaan-perusahaan farmasi itu. Sebab, kampanye anti tembakau dimulai melalui menaikkan pajak tembakau, mencap jahat bagi nikotin, mengeluarkan larangan merokok dan berhenti merokok melalui produk-produk farmasi tertentu, kampanye berhenti merokok, serta menawarkan rangkaian penanganan bagi pecandu rokok.

Berbagai kampanye itu, kata Wanda Hamilton jelas hanya menguntungkan para produsen farmasi itu. Karena itu pula, perusahaan farmasi itu berani membiayai kampanye global untuk badan-badan pengendali tembakau global di Chicago pada tahun 2000, yakni Konferensi  Dunia tentang Tembaau dan Kesehatan ke 11. Melalui langkahnya itu, perusahaan-perusahaan farmasi mengklaim sudah berada di jalur yang benar dalam memenangkan perang nikotin. (aj/jpnn -bersambung)

Sumber :







17 Juni 2014 | 11:48 wib
Smoke Free Rangers Gagas Pembuatan Permen Antrum

image

BERANGKAT dari keresahan mengamati perilaku masyarakat yang belum menyadari akan bahaya rokok dan kerugian di dalamnya, empat sekawan yang menyebut diri mereka SMOKE FREE RANGERS bersikeras menciptakan Desa Bebas Asap Rokok di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
Tim solid yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro itu beranggotakan Widya Ratna Wulan (21), Rachman Ramadhana (22), Dewi Mulyaningsih (20), dan Nabilah Fairussiyah (19).
Mereka lalu menciptakan sebuah solusi konkrit untuk masalah ini salah satunya melalui pengembangan masyarakat kelurahan Meteseh menjadi Desa Bebas Asap Rokok.
Melalui pengajuan proposal Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat yang akhirya didanai oleh Dirjen Perguruan Tinggi, keempat sekawan ini optimistis mampu menciptakan Tim Konseling Berhenti Merokok.
Adapun sasaran pemberdayaan mereka adalah ibu-ibu anggota PKK dan Sub Kesehatan Desa Kelurahan Meteseh yang dilatih untuk menjadi konselor bapak-bapak yang masih merokok agar berhenti merokok melaui inovasi baru, yaitu Permen ANTRUM (Anti Nicotin Citrus Gum) yang bermanfaat menghambat ketergantungan nikotin untuk merokok.
Langkah-langkah konkrit yang telah dilakukan oleh SMOKE FREE Rangers adalah mengadakan pelatihan rutin yang telah dilaksanakan pada (14/4), (15/5) dan (27/5).
Kegiatan dalam pelatihan tersebut yaitu Pelatihan awal tentang bahaya dan kerugian rokok, Pelatihan Konseling Berhenti Merokok untuk para ibu-ibu, sekaligus simulasi langsung menjadi konselor kepada bapak-bapak yang merokok,
Menariknya, selain pemberdayaan ibu-ibu PKK dan SKD Kelurahan Meteseh dalam hal konseling berhenti merokok, dilakukan juga pembuatan permen ATRUM yang mampu menghambat keinginan untuk merokok dan efek ketergantungan nikotin.
Pemen ANTRUM ini merupakan media penghambat ketergantungan nikotin pada perokok yang dikemas dalam permen rasa jeruk berdasarkan artikel ilmiah yang mereka dapatkan.
Permen ini sudah diuji coba oleh beberapa perokok aktif dimana sebelum merokok mereka mengkonsumsi permen tersebut dan ketika sudah merokok, efek dari permen tersebut adalah membuat rasa mual dan asam dalam mulut sehingga perokok aktif enggan merokok karena rasanya yang tidak enak.
Alasan lain mengambil sasaran ibu-ibu adalah karena mereka merupakan kepanjangan tangan masyarakat untuk kesehatan keluarganya terutama suami dan anak-anaknya yang dalam hal ini mereka adalah perokok.
Harapannya ibu-ibu ini setelah diberi pelatihan konseling berhenti merokok dengan media permen ANTRUM sebagai media promosi kesehatan stop merokok yang mereka produksi dan kemas secara mandiri, mampu menjadi konselor pribadi bagi keluarga dan masyarakat Kelurahan Meteseh sehingga jumlah bapak-bapak yang merokok berkurang, minimal jumlah rokok yang mereka konsumsi.
Seperti jargon yang mereka dengungkan, "Healthy Inside, Smoke Free Outside", keempat sekawan ini optimistis bapak-bapak yang merokok akan lebih sehat fisiknya karena tidak merokok, dan udara di lingkungan yang bersih karena bebas asap rokok.

(Widya Ratna Wulan/CN19) 

Sumber :





No comments:

Post a Comment